MENITI JALAN MERAIH KECINTAAN ALLAH –Subhanahu wa Ta’ala-


Pemateri : Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr –hafizhahumallahu-

Penerjemah : Ustadz Abdullah Taslim, Lc.,M.A. –hafizhahullahu-

Diketik ulang, diringkas dan diberi catatan kaki oleh : Abu Musa ‘Alam Sarwono al-Indunisiy

 

Setelah Syaikh membuka acara dengan Pujian kepada Allah dan Shalawat kepada Rasulullah, syaikh menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim –rahimahullahu- dari Shahabat Mu’awiyyah –radhiallahu ‘anhu-, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menjumpai sebuah halaqah yang terdiri dari para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bertanya, “Apa yang membuat kalian duduk di sini?” Mereka menjawab, “Kami duduk untuk mengingat Allah ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk yang Allah berikan kepada kami sehingga kami bisa memeluk Islam dan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Demi Allah, apakah tidak ada alasan lain bagi kalian sehingga membuat kalian duduk di sini melaikan itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, tidak ada niat kami selain itu.” Beliau pun bersabda, “Adapun aku, sesungguhnya aku sama sekali tidak memiliki persangkaan buruk kepada kalian dengan pertanyaanku. Akan tetapi, Jibril datang kepadaku kemudian dia mengabarkan kepadaku bahwa Allah ‘azza wa jalla membanggakan kalian di hadapan para malaikat.”

 

Sesungguhnya kedudukan Kecintaan (seseorang) kepada Allah memiliki kedudukan yang sangat mulia di dalam Islam.

Sesungguhnya kecintaan (seseorang) kepada Allah ibarat Ruh bagi seorang hamba, makanan bagi hati seorang hamba. Penyembuh yang sebenarnya bagi (orang yang sakit) yang barangsiapa terluput dari hal tersebut maka akan timbul berbagai penyakit hati.

 

Sesungguhnya kecintaan kepada Allah dapat mewujudkan kesempurnaan amal dalam Islam. Dan dapat mendatangkan kebaikkan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam berdo’a (sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi –rahimahullahu-) :

 

Artinya : “Ya Allah anugerahilah kepadaku rasa cinta kepada-Mu dan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu, juga kecintaan kepada amal perbuatan yang akan mendekatkan diriku untuk mencintai-Mu”[1]

 

Barangsiapa yang mencintai Allah (dengan kecintaan yang benar), maka Allah akan mencintainya, Allah akan menjaganya dan memberikan Taufiq kepada-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsiy mengenai wali-wali Allah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (dalam kitab Shahihnya) : Allah berfirman : “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah telah berfirman : Barang siapa yang memusuhi Wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya”[2]. Allah akan melindunginya dari segala Tipu Daya orang-orang yang akan berbuat jahat kepadanya.

 

Dari Abu Hurairah –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata : Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda : “Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menyeru Jibril, “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia.” Maka Jibril pun mencintai orang tersebut, lalu Jibril menyeru kepada penghuni langit; “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah fulan” maka penduduk langit pun mencintai orang tersebut, hingga akhirnya ditetapkan bagi fulan untuk diterima di bumi.”[3] maka inilah makna dari firman Allah :

 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”[4]

Yang dimaksud dengan kecintaan kepada Allah adalah kecintaan yang mengandung konsekuensi ketaatan dan penghambaan diri kepada Allah. Maka yang dimaksud tidak hanya pengakuan tanpa bukti sebagaimana orang Yahudi yang mengatakan :

 

“Kami adalah anak-anak Allah dan kecintaan-Nya”[5] .

 

Kecintaan yang sebenarnya adalah kecintaan yang mengandung ketaatan dan ketundukkan, beribadah hanya kepada-Nya serta tidak menyekutukan-Nya. Dalam ayat yang lain dijelaskan bahwa :

 

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”[6]

 

Orang yang berbuat Syirik kecintaan mereka kepada Allah adalah kecintaan yang tidak murni sedangkan orang yang beriman mencintai Allah dengan murni melaksanakan ketaatan dan penghambaan diri hanya kepada Allah sebagaimana Allah berfirman :

 

“Katakanlah : sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” [7]

 

Oleh karena itulah didalam al-Qur’an terdapat satu tuntutan bagi orang yang mengaku mencintai Allah, mereka diminta untuk memberikan satu bukti yakni sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahli Tafsir (yakni) Ibnu Katsir –rahimahullah- diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri bahwa ‘Ada sekelompok manusia yang mereka mengaku mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat besar’, maka Allah berfirman :

 

“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”[8].

 

Oleh karena itu, berdasarkan ayat ini, maka orang yang mengaku mencintai Allah harus memberikan bukti. Setiap orang yang mengaku mencintai Allah, maka harus dilihat buktinya (yakni amalannya) apakah (telah )sesuai dengan petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah –shalallahu ‘alayhi wasallam- . Para Ulama menyebutkan bahwa ayat ini adalah ayatul mihnah, imtihan bagi orang-orang yang mengaku-ngaku cinta kepada Allah. Seorang Penyair berkata : “Bukanlah yang menjadi masalah adalah bagaimana mengaku mencintai Allah, akan tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana Allah menerima dan membalas kecintaan kita kepada Allah”.

 

Dalam ayat al-Qur’an Allah menyebutkan tentang orang-orang yang dicintai-Nya sebagaimana dalam ayat yang berbunyi :

 

“…Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”[9]

Kecintaan yang benar dan jujur kepada Allah akan melahirkan bukti-bukti dan berbuah amal shalih (yakni) berupa ketaatan kepada Allah, disamping itu mereka juga mengerjakan amalan-amalan yang sunnah (nawafil) sehingga mendapat kecintaan Allah. Sedangkan orang yang hanya mengaku-ngaku cinta kepada Allah justru akan bermudah-mudah dalam perbuatan maksiat dan dosa. Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda : Allah berfirman : “…dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya…”[10]

 

Orang yang mencintai Allah (dengan kecintaan yang benar-pen) akan memiliki kenikmatan dan keindahan Iman. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (dalam shahihnya) : “Tiga hal yang jika ketiganya ada pada diri seseorang niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman : hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, hendaklah dia mencintai seseorang serta tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.”[11] Dan juga Sabda beliau –shalallahu ‘alayhi wasallam- : “Akan merasakan kelezatan / kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya”[12]

 

Ketika datang fitnah-fitnah dan tarikan-tarikan Syahwat maka hal tersebut dapat melemahkan kecintaan kita kepada Allah. Syaithan akan selalu berusaha menggoda manusia dan memalingkan manusia dari sebab-sebab yang bisa mendatangkan kecintaan kepada Allah. Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

 

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”[13]

 

Dan juga firman-Nya :

 

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka, Allah berfirman: “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan.” Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.”[14]

 

Ketika munculnya fitnah-fitnah dan sarana-sarana yang dapat menjadi sebab berpalingnya manusia seperti Televisi, Internet yang dapat merusak manusia. Sedangkan Syaithan akan berjuang keras agar sarana-sarana itu dapat tersebar dengan mudah. Sehingga orang-orang yang tadinya mencintai Allah, mencintai Ibadah, mencintai Masjid (berubah) menjadi mencintai sarana-sarana kerusakkan tersebut dikarenakan dia tidak menjauhi nya. Oleh karena itu, kita hendaknya bersungguh-sungguh dalam menjauhi hal-hal yang merusak tersebut, sehingga kita diberi petunjuk diatas jalan yang benar. Allah –‘azza wa jalla- berfirman :

 

“Mereka yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Kami pasti akan Kami tunjuki (beri hidayah) jalan-jalan Kami, Sungguh Allah bersama orang yang berbuat baik.”[15]

 

Jika seseorang disibukkan oleh perkara-perkara yang buruk yang telah disebutkan tadi, maka kecintaannya kepada Allah akan berkurang bahkan akan hilang tak berbekas sama sekali. Jika sarana-sarana keburukkan tadi telah mematikan kecintaan seseorang kepada Allah, maka segeralah kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya. Sehingga dia dapat kembali mencintai Allah. Oleh karena itu, jauhilah hal tersebut dengan sungguh-sungguh. Kita semua butuh untuk merenungkan dan mempelajari hal-hal yang bisa memotivasi, menumbuhkan kecintaan kepada Allah -Subhanahu Wa Ta’alaa- kepada diri kita dalam hati kita supaya keburukan akan sirna. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

 

“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.”[16]

 

 

SEBAB-SEBAB YANG DAPAT MEMBANTU MEMUDAHKAN MANUSIA UNTUK MENUMBUHKAN KECINTAAN KEPADA ALLAH –Subhanahu wa Ta’ala-

 

1. Sebab yang pertama : Memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh kepada al-Qur’an. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :

 

“…(al-Qur’an) yang tidak terdapat kebathilan didalamnya baik dari depan maupun dari belakangnya karena diturunkan oleh Allah, Zat yang Maha Mulia dan Maha Terpuji”[17].

 

Memberikan perhatian dengan sungguh-sungguh dalam membacanya dengan benar, memahami kandungannya dan berusaha untuk mengamalkannya dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman :

 

“Kitab al-Qur’an yang Kami turunkan kepadamu wahai Rasulullah penuh dengan berkah agar manusia merenungkan ayat-ayatnya, menghayati maknanya, dan agar orang-orang yang berakal dapat mengambil pelajaran darinya”[18].

 

Allah juga berfirman :

 

“Apakah engkau tidak merenungkan makna Al Qur’an? Andaikan Al Qur’an itu bukan berasal dari sisi Allah, maka tentu mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya”[19]

 

dan Allah berfirman :

 

“Apakah mereka tidak merenungkan makna Al Qur’an. Apakah hati mereka telah terkunci dari menerima kebenaran ?”[20]

 

kemudian dalam ayat lain Allah juga befirman :

 

“Dan ketika diturunkan satu surat dari al-Qur’an dari sisi Allah, maka diantara mereka orang-orang munafik ada yang berkata siapakah diantara kalian yang bertambah keimanannya dengan turunnya surat dari al-Qur’an ini? Maka adapun bagi orang-orang yang beriman al-Qur’an akan menjadikan iman mereka semakin bertambah dan menjadikan mereka bergembira (merasakan kenikmatan dengan petunjuk dari Allah).”[21]

 

Maka jika seorang hamba membaca al-Qur’an dengan merenungkan kandungan maknanya, membaca satu ayat atau satu surat. Janganlah yang menjadi tujuannya sekedar mencapai ayat yang terakhir atau sekedar ingin cepat selesai. Akan tetapi hendaknya yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana membacanya dengan benar, berusaha merenungi kandungan artinya, memahaminya kemudian mengamalkannya. Karena sesungguhnya al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan, maka jika engkau membaca al-Qur’an kemudian melewati ayat yang disitu ada perintah-Nya atau larangan-Nya atau berita-berita yang disampaikan-Nya. Maka laksanakanlah perintah Allah –subhanahu wata’ala-, jauhilah larangan-larangan-Nya, dan benarkanlah dan yakinilah kebenaran dari berita-berita yang Allah sampaikan tersebut. Inilah arti dari memberi perhatian kepada al-Qur’an dan mereka-mereka inilah yang disebut ahlul Qur’an (Ahlinya al-Qur’an) yang mereka inilah yang disebut Ahlullaha wa khoshshotuhu (orang-orang yang dekat kepada Allah dan orang-orang yang dikhususkan dan diistimewakan Allah).

 

2. Sebab yang kedua : Memberikan perhatian yang serius untuk memahami kandungan dari nama-nama Allah yang Maha Indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi dan Sempurna. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :

 

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka berdo’alah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama tersebut itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (memahami) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”[22]

 

Kemudian dalam ayat lain Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :

 

“Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja yang kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik)”[23].

 

Maka seorang hamba yang beriman, semakin bertambah perhatiannya dan kesungguhannya dalam memahami kandungan nama-nama dan sifat-sifat Allah –subhanahu wa ta’ala- tentu saja dengan pemahaman yang benar yang sesuai dengan pemahaman ahlussunnah wal jama’ah dari kalangan para Shahabat Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam dan orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka dengan baik, semakin bertambah pemahaman terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah dengan pemahaman yang benar ini, maka akan semakin bertambah pula ketaqwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala semakin bertambah pula pengenalannya terhadap Allah subhanahu wa ta’ala. Karena orang yang paling mengenal Allah, maka dia yang paling besar rasa takutnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, paling bersungguh-sungguh dalam menghadapkan diri (untuk) beribadah kepada-Nya serta paling jauh dari perbuatan-perbuatan maksiat yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Allah berfirman dalam al-Qur’an :

 

“Sesungguhnya orang yang paling takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah ‘Ulama( orang-orang yang berilmu)”[24]

 

3. Sebab yang ketiga : Selalu memohon pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan banyak berdoa kepadanya serta bersungguh-sungguh dalam meminta dan memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman dalam al-Qur’an :

 

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”[25]

 

Dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

 

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”[26]

 

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman :

 

“Sesungguhnya Rabb-ku Allah Maha Mendengar do’a dan permohonan manusia.”[27]

 

Kemudian do’a-do’a yang bersumber dari Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam dari hadits-hadits yang shahih banyak sekali dan terlalu banyak untuk disebutkan semuanya. Akan disebutkan disini beberapa diantaranya adalah :

Artinya : “Ya Allah anugerahilah kepadaku rasa cinta kepada-Mu dan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu, juga kecintaan kepada amal perbuatan yang akan mendekatkan diriku untuk mencintai-Mu”[28]

 

Do’a yang Nabi ajarkan kepada shahabat -Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu- , Nabi bersabda : Wahai Mu’adz, sungguh-sungguh aku mencintaimu, maka janganlah kamu sampai meninggalkan mengucapkan do’a dipenghujung setiap shalat yang wajib :

 

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

 

(Ya Allah sesungguhnya aku memohon pertolongan kepadamu untuk (senantiasa) berdzikir kepadamu, dan bersyukur kepadamu, dan untuk meperbaiki ibadah-ibadahku kepadamu.[29]

 

Do’a yang Nabi ajarkan kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu :

 

اللَّهُمَّ اهْدِنِيْ وَسَدِّدْنِيْ

 

“Ya Allah berilah hidayah dan taufiq kepadaku”[30]

 

Do’a yang Nabi ajarkan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu :

 

اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِي إِنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

 

(Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku dengan kezhaliman yang banyak, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau, ampunilah aku dengan pengampunan dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).[31]

 

Do’a yang Nabi ajarkan kepada Paman beliau al-Abbas radhiallahu ‘anhu : “Falillaaha al-‘aafiyah” (mintalah kepada Allah keselamatan dari berbagai macam keburukkan).

 

Demikian pula Do’a yang sering diucapkan Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam :

 

“Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami kebaikkan di dunia dan akhirat dan selamatkanlah dari Adzab Neraka.”[32]

 

Dan juga Do’a yang sering beliau shalallahu ‘alayhi wasallam ucapkan :

 

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

 

(Wahai Zat yang membolak-balikkan hati manusia, teguhkanlah hatiku diatas agamamu).[33]

 

Dan masih banyak do’a-do’a yang lain yang bersumber dari Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam do’a-do’a yang mulia, dan barangsiapa yang dibukakan baginya pintu-pintu do’a, maka sungguh pengabulan dari Allah akan dekat kepadanya.

 

Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya aku tidak membawa keinginan hanya sekedar untuk dikabulkan, tetapi yang aku bawa adalah keinginan dan semangat untuk berdo’a”. Maka, Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu mengucapkan perkataan ini karena memahami betul makna Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

 

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”[34].

 

4. Sebab yang keempat : Memberikan perhatian dan kesungguhan dalam melaksanakan amalan-amalan yang Allah wajibkan kepada kita dalam agama Islam. Kemudian berusaha menundukkan hawa nafsu, menghiasinya dengan amalan-amalan yang “Mustahabat / yang dianjurkan / yang sunnah” dan mengamalkan bermacam-macam ibadah lainnya untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Dalilnya adalah sebagaimana yang terdapat dalam hadits wali yang telah disebutkan sebelumnya : “dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.”[35]

 

5. Sebab yang kelima : Berusaha bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsu untuk menjauhkan diri dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dan perbuatan-perbuatan yang merupakan pelampiasan hawa nafsu. Karena semua perbuatan dosa dan maksiat akan menjadikan tertutupnya hati manusia dan melemahkan kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala bahkan lebih daripada itu akan menjerumuskan seorang hamba kedalam jurang –jurang kebinasaan. Oleh karena itulah, seorang hamba yang beriman kepada Allah dengan benar, benar-benar membutuhkan kesungguhan dalam upaya menundukkan hawa nafsunya untuk menyelamatkan dirinya dari tempat-tempat yang akan membinasakannya dan mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala kepadanya.

 

6. Sebab yang keenam : Selalu mengutamakan / mendahulukan apa-apa yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala melebihi dari hal-hal yang dicintai oleh hawa nafsu kita dan mengutamakan keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala diatas kemauan hawa nafsu kita. Maka ini semua benar-benar membutuhkan kesungguhan yang serius, yang jujur dari diri seorang hamba untuk mewujudkan kedudukan yang mulia dan keutamaan yang besar dalam hidupnya. Dalilnnya adalah hadits tentang manisnya iman yaitu : ”Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya”[36]

 

7. Sebab yang ketujuh : Selalu mengingat dan merenungkan nikmat-nikmat Allah subhanahu wa ta’ala, anugerah-anugerah yang Allah berikan kepada manusia.

 

Allah berfirman :

 

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا

 

“Dan Allah telah memberikan segala sesuatu yang kalian minta kepada-Nya, Sungguh jika kalian ingin menghitung nikmat-nikmat Allah maka kalian tidak akan mampu menghitungnya”[37].

 

Dalam ayat lain Allah berfirman :

 

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ

 

”Dan nikmat-nikmat apa saja yang ada padamu maka semua adalah dari sisi Allah.”[38]

 

Maka senantiasa mengingat dan merenungkan nikmat-nikmat Allah akan menambah dalam diri seorang hamba kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

8. Sebab yang kedelapan : Duduk (Mujaalasah) dengan orang-orang yang baik dan berteman dengan orang-orang yang shalih (yakni) orang-orang yang selalu beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada Allah, bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amalan-amalan yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Bergaul dan bersahabat dengan mereka untuk mengambil manfaat, pengaruh kebaikkan dari nasehat-nasehat mereka yang agung, amalan-amalan mereka yang indah, meneladani akhlak dan kebiasaan mereka yang terpuji. Teman dekat dan teman bergaul memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang selalu bergaul dengannya dan ini adalah suatu perkara yang pasti.

Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda : “Seseorang itu agamanya tergantung kepada agama teman dekatnya maka hendaknya masing-masing diantara kalian melihat bersama siapa ia bersahabat.”[39]

 

9. Sebab yang kesembilan : Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala di sepertiga malam terakhir (meskipun sedikit). Karena ini adalah merupakan perkara yang keutamaannya sangat tinggi dan agung di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda : “Allah -Subhanahu wa Ta’ala- turun ke langit dunia setiap malam ketika tinggal tersisa waktu sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.”[40]

 

10. Sebab yang kesepuluh : Terus menerus dan memperbanyak dzikir kepada Allah,memperbanyak memuji Allah.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

 

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”[41]

 

Oleh karena itu, seseorang yang bersungguh-sungguh dalam mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia akan menetapi dan sering berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena disebutkan dalam sebuah Sya’ir : “Barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan banyak menyebut sesuatu yang dicintainya itu”.

 

Inilah 10 (sepuluh) sebab diantara sebab-sebab yang memudahkan seorang muslim untuk meraih kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sepuluh sebab ini bukan membatasi hanya sepuluh sebab saja, tidak berarti tidak ada sebab yang lain. Tetapi disebutkan hanya sepuluh sebab disini hanya untuk mengingatkan dan masih ada sebab-sebab yang lain dan ini sebagai peringatan bagi kita semua dan kita ketahui bersama bahwa peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Maka aku memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb Arsy yang Maha Agung dengan nama-nama-Nya yang Maha Indah serta sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna untuk menerima Majelis Ilmu ini dan mengampuni dosa-dosa kita baik yang besar maupun yang kecil, yang Nampak maupun yang tersembunyi. Dan semoga Allah memperbaiki agama kita yang merupakan penentu urusan kita, memperbaiki dunia kita yang merupakan tempat hidup kita dan memperbaiki akhirat kita yang merupakan tempat kembali kita. Dan aku memohon semoga Allah mengampuni dosa kita dan kedua orang tua kita, mengampuni dosa-dosa kaum muslimiin baik laki-laki maupun yang perempuan. Dan aku memohon kepada Allah agar kita menjadi orang-orang yang bertaqwa yang mereka itu mendengarkan nasehat-nasehat dan mengikuti yang baik darinya.

 

“Ya Allah anugerahilah kepadaku rasa cinta kepada-Mu dan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu, juga kecintaan kepada amal perbuatan yang akan mendekatkan diriku untuk mencintai-Mu”

 

Semoga Allah memberikan keberkahan kepada kita semua, memudahkan kita untuk mengambil manfaat dari kajian ini, dan sebagai akhir dari ucapan kita adalah “Alhamdulillahirabbil ‘alamiin wa shallallahu wa sallam wa barak ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa ashhabihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ilaa yaumiddiin.

 

————————————————–

 

[1] HR. at-Tirmidzi no. 3235, berkata Tirmidzi : “Aku pernah bertanya kepada Muhammad bin Isma’il –yakni al-Bukhari- maka dia menjawab : ‘Hadits ini hasan shahih’ (selengkapnya silahkan merujuk Kitab “Do’a dan Wirid” yang ditulis oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas –Hafizhahullahu- hal. 277 Penerbit : Pustaka Imam Asy-Syafi’i Cetakan keenam).

 

[2] Hadits No. 38 pada Kitab ‘Arbain an- Nawawi.

 

[3] HR. Bukhari No. 5580, Kitab Adab.

 

[4] QS. Maryam ayat 96.

 

[5] QS. Al-Maidah ayat 18.

 

[6] QS. al-Baqarah ayat 165.

 

[7] QS. al-An’am ayat 162-163.

 

[8] QS. al-Imran ayat 31.

 

[9] QS. Al-Baqarah ayat 222.

 

[10] Hadits ini adalah penggalan dari hadits wali yang sebelumnya telah disebutkan oleh Syaikh.

 

[11] HR. Imam al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43.

 

[12] HR. Muslim No. 34 dari shahabat ‘Abbas bin ‘Abdil Muththallib -radhiyallahu ‘anhu-

 

[13] QS. al-Baqarah ayat 34.

 

[14] QS. Shad ayat 82-85.

 

[15] QS. al-Ankabut ayat 69.

 

[16] QS. al-Isra ayat 81.

 

[17] QS. Fushshilat ayat 42.

 

[18] QS. Shad ayat 29.

 

[19] QS. An-Nisa ayat 82.

 

[20] QS. Muhammad ayat 24.

 

[21] QS. At-Taubah ayat 124.

 

[22] QS. Al-A’raf ayat 180.

 

[23] QS. Al-Israa ayat 110.

 

[24] QS. Fathir ayat 28.

 

[25] QS. al-Baqarah ayat 186.

 

[26] QS. Al-Mu’min ayat 60.

 

[27] QS. Ibrahim ayat 39.

 

[28] Takhrij hadits ini telah disebutkan sebelumnya (Lihat Footnote No. 1).

 

[29] Hadits Riwayat Abu Dawud 2/86 dan Nasa’i 3/53 (Lihat Hishnul Muslim karya Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qohthoni, Edisi Indonesia “Kumpulan Do’a dalam al-Qur’an & Hadits” Hadits No. 59 hal. 83 Penerbit Duta Ilmu – Surabaya).

 

[30] HR. Muslim.

 

[31] HR. Bukhari dan Muslim.

 

[32] QS. Al-Baqarah ayat 201.

 

[33] HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792.

 

[34] QS. al-Baqarah ayat 186.

 

[35] Hadits No. 38 pada Kitab ‘Arbain an- Nawawi.

 

[36] HR. Muslim.

 

[37] QS. Ibrahiim ayat 34.

 

[38] QS. An-Nahl ayat 53.

 

[39] HR. Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi, dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.

 

[40] HR. Bukhari dan Muslim.

 

[41] QS. Ar-Ra’d ayat 28.

 

Demikianlah ringkasan ini saya buat, semoga Allah menjadikan amalan ini ikhlas semata-mata mengharap wajah Allah.Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan, semoga Allah mengampuni Dosa-Dosa kita dan meninggikan derajat kita di dunia dan di akhirat.. Aamiin.

 

Di Posting oleh Abu Musa ‘Alam al-Indunisiy, Sabtu 02 Rabiuts Tsaaniy 1433 H.

Di Kota Depok, dirumah Orang Tua tercinta…

This entry was posted in IBADAH.

Tinggalkan komentar